23 April 2014

Keistimewaan Anak Perempuan

Keistimewaan Anak Perempuan

Anak adalah anugerah Allah, laki-laki atau perem­puan adalah sama. Yang penting tinggal bagaimana orangtua mendidiknya, sehingga menj adi anak yang shalih-shalihah. Bukankah Al-Qur'an telah mengilus­trasikan: "Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bu­mi. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak perempuan kepada yang Dia ke­hendaki, dan memberikan anak laki-laki kepada yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugerahkan kedua je­nis laki-laki dan perempuan kepada siapa yang dike­hendaki, dan Dia menjadikan mandul kepada siapa yang dikehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Menge­tahui lagi Maha Kuasa." (QS. Asy-Syura: 49-50).
Allah memerinci pemberian keturunan bagi sepa­sang suami-istri menjadi empat macam: Diberi ketu­runan perempuan saja, laki-laki saja, laki-laki dan per­empuan, dan ada yang mandul (tidak punya keturun­an). Semua itu terdapat dalam kehidupan di dunia ini. Allah menegaskan, bahwa anak yang telah ditakdir­kan untuk sepasang suami-istri merupakan anugerah dari sisi-Nya yang patut untuk disyukuri. Oleh karena itu pantas sekali apabila ada orang yang merasa malu mempunyai anak perempuan, kemudian mendapat kutukan dan laknat Allah. Bagaimanapun anak per­empuan juga bagian daripada karunia Allah. Orang yang merasa malu mempunyai anak perempuan, berarti masih terwarisi akhlak jahiliyah. Yakni seba­gaimana diilustrasikan dalam Al-Qur'an: "Dan apabila seseorang di antara mereka diberi khabar dengan ke­lahiran anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Dia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita disampaikan kepadanya. Apakah dia akan me­meliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah hidup-hidup. Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu." (QS. An-Nahl: 58-59).
Jadi, kehadiran Islam telah menegakkan eman­sipasi, serta mengangkat derajat dan martabat kaum wanita. Memerdekakan mereka dari perbudakan nafsu birahi, diangkat sebagai ibu dalam rumahtangga. Di zaman jahiliyah mereka hanya diperdagangkan sebagai pelampiasan nafsu, bahkan tidak mempunyai hak sa­ma sekali untuk mengurus rumahtangga. Malah keha­dirannya dianggap sesuatu yang memalukan, sehingga mereka tega mengubur hidup-hidup anak perempuan­nya. Islam telah merombak total paham jahiliyah ter­sebut. Wanita diangkat menjadi manusia yang sej ajar dengan kaum pria dalam hak dan kewajiban. Wanita diangkat sebagai kunci sorga dan tulang punggung bagi tegaknya suatu bangsa.
Yang menjadi keprihatinan di zaman modern ini, adalah dampak dari masyarakat industri dimana ke­cenderungan untuk mempermainkan dan merampas hak-hak wanita semakin menyolok. Kini wanita banyak difungsikan sebagai penghibur dan pernuas nafsu, se­hingga tindak penyelewengan merajalela. Padahal apa­bila wanita-wanita telah bejat moral, zaman jahiliyah pun akan terulang untuk yang kedua kali. Keserakah­an dan penindasan dari ciri-ciri kemorosotan moral di tengah masyarakat. Dan ini merupakan awal dari kejahiliyahan. Yang paling sadis, adalah pemerkosaan hak-hak wanita dengan kedok emansipasi. Wanita dibelai manis dan sayang dengan elusan emansipasi, padahal kenyata­annya, mereka diperosokkan ke dalam jurang deka­densi moral. Dijauhkan dengan nilai-nilai luhur kema­nusiaan dan nilai-nilai keagamaan.
Islam telah menggariskan, bahwa mendidik anak perempuan hingga menjadi insan yang benar-benar bermoral, terjauhkan dad promosi emansipasi yang mengantar kepada dekadensi moral, adalah suatu ben­tuk peribadatan yang besar sekali pahalanya. Bukan­kah Rasulullah telah menegaskan: "Barangsiapa membiayai (memelihara) dua anak perempuan hingga baligh (dewasa) kelak dia akan duduk bersamaku." Bersabda demikian, Rasulullah sambil merapatkan jarinya sebagai isyarat bahwa antara beliau dengan orang yang memelihara dua anak perempuan adalah sangat dekat tempat duduknya pada hari kiamat nanti. Demikian Imam Muslim mengetengahkan sebuah riwayat hadis dalam kitab Shahih-nya bersumber dari Anas bin Malik.
Pada suatu hari ada seorang perempuan bersama kedua anak perempuannya datang kepada Aisyah me­minta-minta. Ketika itu Aisyah tidak punya apa-apa, kecuali satu biji kurma. Lantas buah kurma itu dibe­rikan kepada wanita yang meminta-minta itu, dan segera diterima dengan senang hati. Kemudian buah kurma itu dibelah menjadi dua, dan langsung diberi­kan kepada kedua anak perempuannya, sedangkan dia sendiri tidak kebagian. Setelah itu wanita tersebut berdiri dan pergi. Selang beberapa saat, Rasulullah hadir ke rumah Aisyah. Kemudian kejadian itu diceri­takan oleh Aisyah kepada Rasulullah, hingga kemu­dian beliau bersabda: "Barangsiapa mendapat ujian dengan anak perempuan seperti itu, kemudian dia tetap memperlakukannya dengan baik, maka dia akan terbebas dad siksa api neraka." Demikian Imam Ibnu Mubarrak mengetengahkan sebuah riwayat bersumber dari Aisyah.
"Barangsiapa mempunyai tiga orang anak perem­puan yang dinafkahi dengan baik hingga menikah, berpisah mandiri, atau meninggal, maka anak tersebut baginya menjadi hijab dari siksa neraka." Demikian Imam Baihaqi menuturkan sabda Rasulullah bersum­ber dari Auf bin Malik.
"Barangsiapa memiliki tiga orang anak perempu­an, lalu dia bersikap sabar kepada mereka, memberi makan, minum, dan sandang dari kekayaan yang dimiliki, niscaya mereka akan menjadi penangkal dad siksa api neraka." Demikian Imam Ahmad menuturkan sabda Rasulullah dalam kitab Musnad-nya bersumber dari Uqbah bin'Amir.
Jadi, jelas merupakan suatu perbuatan sangat ja­hat, apabila seseorang tidak menyukai kehadiran anak perempuan. Berarti dia menolak anugerah Allah yang dicurahkan kepadanya. Dan yang pantas dijadikan balasan bagi orang yang menolak anugerah Allah, ha­nyalah neraka. Sebaliknya, bagi mereka yang menyi­kapi anugerah Allah dengan penuh kesyukuran dan penuh tanggungjawab, adalah pantas dimasukkan ke dalam sorga. Bahkan ada seorang shalih yang apabila mendapat anugerah anak perempuan, dia mengata­kan: "Para nabi terdahulu juga menjadi ayah dari anak­anak perempuan mereka." Sekarang semakin jelas, bahwa anak perempuan apabila disikapi dengan baik, juga dapat mengantar orangtuanya ke pintu sorga. Bahkan pahala yang diperoleh pun lebih besar, meng­ingat tanggungjawab orangtua terhadap anak perem­puan sangat berat.

Sumber: Menikahlah Engkau Menjadi Kaya karya A. Mudjab Mahalli

Tidak ada komentar:

Posting Komentar