Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Pada
zaman Baginda Nabi Muhammad saw, ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya
merah, bidang dadanya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya
kemerah-merahan, wajahnya selalu melihat pada tempat sujudnya dan tangan
kanannya menumpang pada tangan kirinya.
Pemuda ini tidak pernah lalai dari membaca al-Quran dan senantiasa menangis.
Pakaiannya hanya dua helai saja, sudah terlalu lusuh untuk dipakai sehinggakan
tidak ada orang yang menghiraukannya.
Beliau tidak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit.
Pemuda ini, jika bersumpah demi Allah pasti terkabul.
Dia adalah Uwais al-Qarni. Beliau
tidak dikenali dan miskin malah banyak orang yang suka mentertawakannya,
mengejek-ejeknya, dan menuduhnya sebagai pencuri serta bermacam lagi penghinaan
dilemparkan kepadanya.
Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tidak mempunyai saudara mara
kecuali hanya ibunya yang telah tua dan lumpuh. Untuk menyara kehidupan
sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing.
Upah yang diterimanya hanya cukup untuk kehidupan harian bersama ibunya.Jika
ada uang lebihan, beliau akan membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba
kekurangan seperti keadaannya. Walaupun dalam keadaan serba payah, beliau tidak
pernah lalai dalam mengerjakan ibadahnya, sedikit pun tidak berkurang.
Sepanjang hidupnya, beliau melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di
malam harinya. Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman
mendengar seruan Nabi Muhammad saw yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk
menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak ada sekutu bagi-Nya.
Peraturan-peraturan yang terdapat di dalam agama Islam sangat menarik hati
Uwais dan apabila seruan Islam datang di negeri Yaman, beliau segera
memeluknya. Banyak rekan-rekannya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah
untuk mendengar secara langsung dakwah Nabi Muhammad saw.
Hati Uwais juga meronta-ronta untuk ke Madinah bertemu kekasih Allah, penghulu
para Nabi tetapi beliau tidak mampu karena tidak mempunyai bekal yang cukup untuk
sampai kesana. Apa lagi beliau perlu menjaga ibunya. Jika beliau pergi, siapa
pula yang akan melihat ibunya.
Dikisahkan ketika terjadi perang Uhud, Rasulullah saw mengalami cidera dan
giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya.
Berita ini akhirnya sampai kepada Uwais. Lalu ia segera memukul giginya dengan
batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada
baginda saw, sekalipun beliau belum pernah melihat Rasulullah saw.
Hari berganti hari dan musim pun berlalu, kerinduannya terhadap Rasulullah tak
dapat dibendung lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, bisakah
dirinya baru dapat menziarahi Nabi saw dan memandang wajah beliau dari dekat?
Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan
memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi saw di
Madinah.
Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan
anaknya. Beliau memahami perasaan Uwais, dan berkata,
Pergilah wahai anakku! Temuilah Nabi dirumahnya. Dan bila telah berjumpa,
segeralah engkau kembali pulang.
Dengan perasaan gembira yang amat sangat, Uwais berkemas untuk berangkat dan
sebelum pergi, beliau menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta
berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya sepanjang kepergian
beliau. Sesudah mencium tangan ibunya yang tercinta, berangkatlah Uwais menuju
ke Madinah yang jaraknya sekitar empat ratus kilometer dari Yaman.
Dengan waktu yang cukup lama akhirnya tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah.
Segeralah ia menuju ke rumah Nabi saw, diketuknya pintu rumah itu sambil
mengucapkan salam. Keluarlah Sayyidatina Aisyah r.a., sambil menjawab salam
Uwais. Segera saja Uwais menanyakan Nabi saw yang ingin ditemuinya.
Namun ternyata baginda saw tidak berada di rumah melainkan berada di medan
perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang
dirindukannya tidak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin
menunggu kedatangan Nabi saw dari medan perang. Tapi, beliau teringat akan
pesan ibunya sudah tua dan senantiasa dalam keadaan tidak sehat itu, agar ia
cepat pulang ke Yaman, Engkau harus lekas pulang. Disebabkan ketaatan kepada
ibunya, pesanan ibunya itu telah mengalahkan suara hati untuk menunggu Nabi
saw.
Ia akhirnya memohon kepada Sayyidatina Aisyah r.a. untuk pulang kembali ke
Yaman. Uwais lalu menitipkan salamnya kepada Nabi saw dan melangkah pulang
dengan perasaan hampa karena tidak dapat bertemu dengan Kekasih Allah.
Sepulangnya dari perang, Nabi saw langsung bertanya tentang kedatangan orang
yang mencarinya. Nabi Muhammad saw menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak
yang taat kepada ibunya. Beliau adalah penghuni langit (sangat terkenal di
langit).
Mendengar perkataan baginda Rasulullah saw, Sayyidatina Aisyah r.a. dan para
sahabatnya tertegun seketika. Lalu kata Sayyidatina Aisyah r.a., memang benar
sebelum ini ada seseorang telah datang mencari Rasulullah saw tetapi orang itu
segera pulang ke Yaman, kerana teringat akan ibunya yang sudah tua dan sakit
sehinggakan beliau bimbang meninggalkan ibunya terlalu lama.
Rasulullah saw bersabda : Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais
al-Qarni), perhatikanlah bahawa ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah
telapak tangannya. Sesudah itu baginda saw, memandang kepada Sayyidina Ali k.w.
dan Sayyidina Umar r.a. lalu bersabda: Apabila kalian bertemu dengan dia,
mintalah doa dan istighfarnya untuk kalian karena dia adalah penghuni langit
dan bukan penghuni bumi.
Tahun berganti tahun dan Umar r.a menjadi khalifah kedua menggantikan Abu Bakar
As-Siddiq yang telah wafat. Abu Bakar dipilih menjadi khalifah selepas
Rasulullah saw wafat.
Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi saw tentang Uwais
al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan sahabatnya,
Sayyidina Ali k.w. untuk mencari Uwais bersama.
Sejak itu, setiap kali ada kafilah yang datang dari Yaman, mereka berdua akan
bertanya tentang Uwais al-Qarni, apakah ia turut bersama mereka. Diantara
kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang dicari oleh
kedua-dua sahabat besar itu. Rombongan kafilah dari Yaman menuju ke Syam silih
berganti membawa barang dagangan mereka.
Suatu ketika, Uwais al-Qarni turut bersama rombongan kafilah menuju kota
Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, bersegeralah
khalifah Umar r.a. dan Sayyidina Ali k.w. mendatangi mereka dan menanyakan
apakah Uwais turut bersama mereka.
Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga
unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawapan itu, mereka berdua
bergegas menemui Uwais al-Qarni. Sesampainya di tempat Uwais, Khalifah Umar
r.a. dan Sayyidina Ali k.w. memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang
melaksanakan solat. Setelah mengakhiri solatnya, Uwais menjawab salam kedua
tamu agung tersebut sambil bersalaman.
Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk
membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan Uwais,
sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi saw. Memang benar! Dia penghuni
langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut, Siapakah nama saudara?
Lalu jawab Uwais, Abdullah. Mendengar jawaban itu, kedua sahabat itupun tertawa
dan mengatakan : Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu
yang sebenarnya ?
Uwais kemudian berkata: Nama saya Uwais al-Qarni.
Sepanjang perkenalan mereka, tahulah mereka bahwa ibu Uwais telah meninggal
dunia. Itulah sebabnya, beliau baru dapat turut serta bersama rombongan kafilah
dagang itu.
Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali k.w. memohon agar Uwais berkenan mendoâkan
untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah: Sayalah yang harus
meminta doa dari kalian. Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata: Kami
datang ke sini untuk mohon doa dan istighfar dari tuan.
Disebabkan didesak oleh dua sahabat besar ini, Uwais al-Qarni akhirnya
mengangkat kedua belah tangannya lalu berdoa dan membacakan istighfar. Setelah
itu Khalifah Umar r.a. berjanji untuk memberinya uang negara dari Baitul Mal
kepada Uwais sebagai biaya hidupnya. Uwais menolaknya dengan lembut dengan
berkata: Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk
hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.
Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam dan tidak langsung terdengar
beritanya. Tapi diriwayatkan ada seorang lelaki pernah bertemu dan dibantu oleh
Uwais. Kata orang itu, waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju ke
tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin ribut bertiup
dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air
laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat.
Pada saat itu, kami melihat seorang lelaki yang mengenakan selimut berbulu di
berada di satu sudut kapal lalu kami memanggilnya. Lelaki itu bangun lalu
melakukan solat di atas air.
Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu. Wahai waliyullah, Tolonglah kami!
Tetapi lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi, Demi Zat yang telah
memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami! Lelaki itu menoleh kepada kami
dan berkata: Apa yang terjadi? Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dibadai
ribut dan dihantam ombak ?tanya kami.
Dekatkanlah diri kalian pada Allah ! katanya. Kami telah melakukannya.
Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrohmaanirrohiim! Kami pun
keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah
kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan
perahu kami yang lain tenggelam ke dasar laut bersama isinya.
Lalu orang itu berkata pada kami , Tidak mengapalah harta kalian menjadi korban
asalkan kalian semua selamat. Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ?
Tanya kami.
Uwais al-Qarni. Jawabnya dengan singkat. Kemudian kami berkata lagi kepadanya,
Sesungguhnya harta yang ada di kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di
Madinah yang dikirim oleh orang Mesir. Jika Allah mengembalikan harta kalian.
Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?
tanya Uwais.
Ya,jawab kami. Orang itu pun melaksanakan solat dua rakaat di atas air, lalu
berdoa. Setelah Uwais al-Qarni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke
permukaan air, lalu kami menaikinya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di
Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah
sehingga tidak ada satupun yang tertinggal.
Beberapa waktu kemudian, tersiarlah khabar bahawa Uwais al-Qarni telah pulang
ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia hendak dimandikan tiba-tiba terlalu
banyak orang yang berebut hendak memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat
pembaringan untuk dikafankan, begitu ramai orang yang menunggu untuk
mengkapannya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di
sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai.
Ketika usungan dibawa menuju ke perkuburan, luar biasa banyaknya orang yang
berebut hendak mengusungnya.
Meninggalnya Uwais al-Qarni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak
terjadi hal-hal yang amat mengherankan penduduk Yaman. Sedemikian banyaknya
orang yang tak dikenali datang untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal
Uwais adalah seorang fakir yang tidak dihiraukan orang.
Sejak ia dimandikan sampailah ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam
kubur, ada saja orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu.
Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka tertanya-tanya: Siapakah sebenarnya
engkau wahai Uwais al-Qarni ? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang
fakir yang tidak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala
kambing dan unta? Tetapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan
penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami
kenal.
Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para
malaikat yang diturunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan
pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahui siapa Uwais
al-Qarniyang ternyata tidak terkenal di bumi tapi terkenal di langit.
Sumber: kisahislami.com